Ketika Cinta Harus Pergi
oleh: Ayu Sulastri
Perkenalan ku padanya memang tidak disengaja. Sungguh semua ini diluar
dugaan,, betapa tidak...!! Ternyata Dia adalah adik dari teman Abang ku
sendiri,,, ehm.... cukup mengejutkan, Dia mengenal Abang ku, dan Aku pun
mengenal Abangnya,,. Tapi anehnya kami tidak saling mengenal. Sebuah
Perkenalan melalui HaPe... Aku sering SMS-an dan berbagi cerita dengan
Dia.
Pendek Cerita... kami pun berjanji untuk ketemuan. Sesuatu yang di
tungggu-tunggu pun tiba. Sosok bertubuh sedikit kecil dan berpakaian
sederhana menghampiriku, (persis seperti penampilan abangnya...)
Awal yang baik, kami melanjutkan pertemanan kami dengan sering jalan
bareng. Waktu pun terasa cepat berlalu. Dia pindah keluar kota, karena
mendapat pekerjaan baru. Aku pun sudah jarang bertemu dengannya. Kalau
pun ada,, itu hanya sesekali... bila dia libur dan pulang kerumahnya.
Ada suatu malam,,, Aku merasa galau, karna berakhirnya cinta ku pada
pacar ku. Ku putuskan untuk menelponnya, karena aku butuh seseorang
untuk curhat. Dalam perbincangan itu aku menceritakan apa yang terjadi
sebenarnya, tapi yang malah mengejutkan ku.. cerita ku tidaklah
se-Ironis ceritanya. Aku pacaran selama 16bln saja kesedihan ini bisa
berlarut-larut,, tapi dia malah lebih lama, berpacaran selama 5 thn,
tapi tetap tegar menghadapinya.
Aku tersentak sadar,, betapa dia adalah lelaki yang sabar, dia hanya berkata “mungkin dia bukan jodoh mas..”
Hhmm.... rasa damai saat aku mendengar ucapannya, ku rasa kesedihan ini
pun harus ku akhiri, memulai cerita yang baru dan semangat yang baru. Ku
coba tanya mengapa mereka sampai putus, mengakhiri kebersamaan 5 thn
dengan begitu saja. Tapi dia hanya menjawab “berbeda pendapat ajah,, dan
kami sudah memutuskan pilih jalan masing-masing”
Sungguh jawabannya itu membuatku merasa tidak puas,, ingin rasanya ku
tanya lebih dalam, tapi itu tidak mungkin, aku tidak boleh bertanya
terlalu detail,, nanti juga aku akan tau semuanya bila aku mau bersabar.
Sejak mengenalnya, aku selalu ingin tau tentangnnya, ku cari informasi
dimana saja, dengan siapa saja, demi mendapatkan sesuatu informasi
tentang dirinya, salah satu kabar yang aku tau adalah dia beragama
Katholik. Sungguh suatu yang mengejutkan bagi ku... dan mungkin inilah
penyebabnya mengapa mereka putus, pasti tidak salah lagi semua itu
karena agama.
Aku masih ingat betul 8 April 2011 aku bertemu dengannya disebuah kost
Adik sepupuku, dan kini waktu kian berlalu,, perkenalan ku dengannya
semakin akrab, saling berbagi perhatian, saling memberi semangat,
sebagai tanda kami saling membutuhkan.
Aku mulai rindu, jika lama tak bertemu, aku mulai gelisah bila sms nya
tak kunjung menghampiri inbox ku. Ada apa sebenarnya yang terjadi
padaku, aku mulai menggantungkan keceriaan ku padanya. Ditambah lagi dia
memberi ku sebuah kado yang disaat Ultah ku, dan aku merasa semua itu
sangat spesial. Semakin lama rasa ini semakin membukit,, rasa ini
sungguh sulit untuk diungkapkan,, aku hanya tidak ingin jika jawaban
dari pernyataan hati ku ini adalah CINTA. Aku takut.... aku takut bila
Jatuh Cinta padanya.
Malam
tu malam Minggu,, tiba-tiba Hape ku berdering dan tertulis “ Akis
Calling....” Eemm....hati ku langsung berdetak kencang,, ingin
secepatnya ku pencet
tombol hijau,, tapi aku perlu waktu sedikit untuk menenangkan hati agar
tidak gemetar saat mengangkat telponnya.
Penjang lebar kami bercerita,, walau kadang-kadang terdiam, karna
mungkin dia tidak terlalu pandai bicara,, dia kemudian bertanya “nanti
hari minggu adek kuliah ya..?”,, “iya mas... emangnya kenapa.?” Jawab
ku.
“Enggak,, mas mau ngajakin keundangan ntar tanggal 20 november, Mantan
mas nikah...” betapa aku terkejut mendengarnya, masa sih bisa secepat
itu pikir ku, baru Februari kemarin mereka putus,, kenapa November ini
sudah mau nikah mantannya, ribuan tanda tanya muncul di benak ku. “
mungkin adek nggak bisa ya..?” ucapnya lagi.. tapi aku langsung menjawab
“ adek pengen ikut mas, adek pengen kesana, bisa kok... nanti juga
nggak banyak tugas lagi, jadi adek bisa ijin dulu minggu itu..” Aku
tidak mungkin melewati kesempatan itu, apa pun akan ku lakukan agar bisa
ikut dia.
Keinginan itu pun terwujud, dikampus nggak ada dosen, aku pun tanpa
pikir panjang langsung pulang, tidak lama kemudian dia pun datang
kerumah ku untuk menjemputku, walau cuaca kelihatan mendung, tapi tidak
membuat semangat ku lemah untuk ikut dengannya.
Tak perlu berlama-lama lagi, aku berangkat, mungkin sedikit nekad, awan
putih berubah menjadi gelap, walau kami berharap hujan tak hadir, tapi
kuasa Tuhan tidak lah dapat ditahan, di perjalanan kami kehujanan, kami
berhenti disebuah warung untuk menghindari hujan lebat, hampir 1 jam
kami disitu, hanya terdiam, sambil terucap doa semoga hujannya berhenti.
Yacchh,,,, sepertinya hujan pun mengerti, meski gerimis mengusik, kami
tetap melanjutkan perjalanan, eemm... namanya juga musim hujan,, di
perjalanan selanjutnya kami kehujanan lagi, kemudian kami berteduh lagi.
Aku ingin cepat sampai, baju ku juga sudah basah, untuk apa berteduh,
aku memaksanya untuk melanjutkan perjalanan kami, akhirnya dia mengikuti
ingin ku, Huuuuftt.... perjalanan yang melelahkan,, kesabaran ku
seperti membara, aku ingin tau dimana rumahnya,” mengapa jauh
sekali..??” ucap ku dalam hati. Jalan rusak dan berliku, turun naik
tanjakan, hingga kebun karet pun kami lewati. Hati ku banyak berkata “
Ya Allah... bagaimana mungkin pengorbanannya yang begitu ikhlas harus
dibalas dengan sebuah kekecewaan, 5 thn untuk malam minggu bersama pasti
sangat melelahkan baginya, mengapa dia begitu kuat..??” Hahh....
keadaan ini membuat ku semakin terkagum padanya.
Tiba-tiba dia berkata pada ku “ pasti nanti adek dibilang pacar mas,,,he..”
Aku langsung menjawab “ ya nggak apa apa lah mas, biarin aja,.” Aku
berusaha cuek dengan perkataan itu, walaupun sebenarnya sangat
mengagetkan ku.
Akhirnya tiba juga di tempat resepsi, karna hujan tamu pun tidak terlalu
ramai, tapi aku tau... orang-orang di sekililing itu memperhatikan ku.
Yupz... perkataannya itu benar, aku dianggap pacarnya, hhmm... terpaksa
aku harus mengikuti persandiwaraan ini, Orang tua manta nya,
keluarganya, temannya, semua beranggapan begitu. Bahkan sebuah perkataan
yang sempat membuat ku terkejut adalah disaat ibu Mantannya berkata “
Oo,,, ada akis... hhmm,, sama cewek yaa,, tapi kok yang ini pake
jilbab.?? Yaa... nggak apa apa lah, mungkin yang ini berjodoh”
aku hanya tersenyum, walau dalam hati ku keheranan mulai menghampiri,
aku tau jawabannya, Ini lah jawaban atas pertanyaan yang selama ini ku
simpan,. Tepat sekali,, mereka harus mengakhiri kebersamaan mereka
karena Keyakinan.
Tak lama kami pulang,, berpamitan dengan Pengantin, lalu diminta foto bareng, Mungkin akan menjadi kenangan yang Abadi.
Saat perjalanan pulang,, betapa aku sangat mengerti posisinya, aku tau
perasaannya, tidak mudah menerima semua ini dengan bersembunyi dibalik
senyum kesederhanaanya. Ingin rasanya aku memeluk erat tubuhnya, agar
hatinya yang berdegub kencang dapat meredam, aku tidak tau harus berbuat
apa, sebisa mungkin aku harus bisa membuatnya kuat untuk melewati semua
ini.
Berkali-kali ucapan terima kasih dia ucapkan untuk ku, karna sudah
bersedia menemaninya dalam kisah masa lalunya ini, tapi aku hanya bisa
tersenyum, aku takut salah berbicara yang hanya akan menambah lukanya,
tapi tak henti hati ini selalu berkata diam-diam “makasih mas untuk hari
ini, aku sangat bahagia bisa ikut bersama mu, menjadi pacar sandiwara
mu, menjadi sosok cewek tegar digegalauan mu,,meski hati mu sekarang
sedang bersedih, maafkan aku,,, jika aku tak bisa berbuat lebih untuk
mu”
Hhm... aku hanya mampu mengucapkannya di hati, berbisik pelan untuk diri sendiri, berharap dia tidak mendengar.
Usai mengantar ku, dia langsung pamit pulang... aku tau betapa lelahnya
dia, aku saja sangat merasakannya, apalagi dia yang harus melanjutkan
perjalanan keluar kota untuk kembali ketempat kerjanya dengan
kekecewaan. Kekhawatiran ku pada keadaannya amatlah dalam, aku takut
terjadi apa-apa dengannya, tak lupa ku ucap pesan untuknya “ hati-hati
dijalan mas,, kalau uda nyampe rumah sms adek ya..?” lalu senyum ku
menghantarnya.
Setelah 1 jam lebih berlalu, dia mengirim sms pada ku, dia berhenti
untuk istirahat, aku coba membalas smsnya dengan kata-kata yang membuat
dia tetap semangat, lalu dia membalas sms ku “Makasih atas semangatnya.
Mas harus segera bangkit lagi kayaknya, memang sulit kalau sudah
berbeda, konsekuwensinya mas harus menerima akibatnya, tapi nggak
apa-apalah... mas dapat pelajaran dari semua ini, memang sulit belajar
ilmu ikhlas sama sabar”. Hanya menghela nafas yang mampu ku lakukan
setelah membaca smsnya.
Setelah perjalanan itu,, aku mulai dihantui berbagai keraguan, hati
selalu gelisah, tidak tenang. Bahkan aku merasa bahwa dia adalah sosok
yang memiliki peran penting dalam hidup ku. Bahkan setiap malam aku
selalu memeluk boneka yang dihadiahkannya untuk ku sebelum tidur,
sesekali airmata ku mengalir tanpa aku sadari, betapa berat perasaan
ini, aku tak sanggup menahannya. Aku sangat menyayanginya, tapi aku
tidak bisa memilikinya, aku takut rasa ini hanya akan mengulang
kesalahan yang pernah dibuatnya, aku takut membuatnya kecewa lagi.
Seperti biasanya, aku selalu ber-sms dengannya, tak pernah bosan walau
yang tertulis hanya itu-itu saja. Entah mengapa topik sms kami mengarah
ke arah serius.
“Mas capek, biasanya kalau mas kecapek’an kayak gini, mas ingat sama
orang yang mas sayang, mas seneng kalau diperhatikan..” itu isi sms yang
dia kirim pada ku, aku pura-pura ingin tau siapa orang yang dia maksud.
“eemm.... uda ada yang baru ya..?? kok nggak bilang sih..?”
“nggak ada yang baru mas,,, mas kayaknya masih trauma lah pengen pacaran lagi... apalagi yang beda agama,”
Adrenalin ku berpacu kencang, sungguh isi sms itu telah meruntuhkan
gunung harapan ku. Selama ini aku yakin dia juga menyayangi ku, dan aku
yakin bahwa kami pasti bisa bersama nantinya, tapi semuanya harus
terkubur, aku sadar, Agama bukan lah hal sepele diantara hubungan kami
ini.
Airmata ku mengalir, kian deras,, membasahi seluruh wajahku, batin ku
pun ikut meratap..”Ya Allah,, cobaan apa lagi ini.? Mengapa Engkau harus
mempertemukan ku dengan dia, bila hanya luka jiwa yang akan terukir, Ya
Allah... apakah dengan cara ini Engkau mengajari ku untuk bersabar,
mengapa aku selalu sulit mendapatkan cinta yang ku ingin, aku sangat
menyayanginya, sangat mencintainya, tapi mengapa jurang antara kami
sangat lah berbahaya, Ya Allah... tunjukkan aku jalan terbaik-Mu..”
Aku hanya bisa membalas “ iya lah mas,,, Tuhan pasti sudah merencanakan
semuanya, makasih atas semuanya mas, makasih juga uda ngasih boneka yang
selalu ada buat adek, he..”
“iya,,,itu semua karna mas sayang sama adek, untuk sekarang adek yang ngerti mas..”
Aahh.... kata Sayang yang dikirimnya, mungkin tak berarti baginya, tapi
bagi ku,, kata-kata itu seperti ombak besar yang meruntuhkan bendungan
airmata ku, sekencangnya aku menangis, entah apa maksud dari semua ini.
Setelah itu lah,,,, aku sadar apa yang harus aku lakukan, memang
menghindar bukan jalan yang baik, tapi aku harus pandai memposisikan
diri, agar perasaan ini tidak terlalu mendalam.
Waktu terus berlalu, kedekatan ku padanya semakin akrab, hampir mirip
dengan orang yang sedang berpacaran. Liburan Natal, dia mengajak ku
jalan-jalan, tapi cuaca selalu hujan, jadi susah untuk kami bertemu, ada
pun Cuma sebentar, saat itu aku datang kerumahnya waktu hari pertama
Natal, itupun dengan baju lusuh dan basah karna kehujanan, aku hanya
sebentar bertemu dengannya, tidak sedikit pun bisa menghilangkan rindu
ku.
Entah mengapa waktu seakan mengijinkan kami untuk jalan bersama, hari
itu tidak hujan lagi, cuaca sangat bagus. Tanpa perencanaan, dia
menjemput ku. Kami jalan bersama mengelilingi kota, ada suatu tempat
yang ku sukai saat dia pertama kali membawa ku jalan-jalan, tempat itu
adalah “Bukit Bintang”, tapi sayang, dulu kami ketempat itu waktu siang
hari, aku hanya bisa melihat kota yang dipadati rumah penduduk dan
gedung-gedung saja. Aku merasa tidak puas, lalu aku berencana akan
kembali bersamanya ketempat itu pada malam hari. Dan keinginan ku itu
diwujudkannya, selesai makan dan keliling kota, aku dibawanya ke Bukit
Bintang.
Aku terkejut melihat keindahan kota pada malam hari, diatas bukit itu
aku bisa melihat kota yang dipenuhi dengan lampu-lampu, dan langit yang
dihiasi bulan bersama bintang-bintang. Sungguh pemandangan yang indah
dan romantis, aku menikmatinya dengan damai, lirih dalam hati ku pun
berbisik pada Sang Pencipta “ Ya Allah.... Engkau lah yang tau akan
takdir ku, aku hanya bisa menunggu jawaban ini dengar rasa sabar
melewati waktu, malam ini aku bersamanya, aku merasakan kedamaian yang
tak ingin ku lepas, Ya Allah.... jangan buat orang sebaik dia merasakan
sakit hati atau kecewa karna perasaan ku”. Beberapa saat kemudian dia
pun mengajak ku pulang, tentu saja kami tidak boleh berlama-lama, karna
dia harus mengantar ku pulang.
Kembali lagi,, keraguan mengusik ku, aku butuh suatu kejelasan darinya,
sebenarnya seberapa penting diri ku baginya. Tapi aku harus menunggu
waktu yang tepat, agar dia tidak merasa tersinggung atas
pertanyaan-pertanyaan ku. Dan aku memutuskan, bahwa waktu yang tepat
adalah Malam Tahun Baru. Karna aku akan menghabiskan malam itu
bersamanya.
Yeaachh.... semoga semuanya bisa dibicarakan dengan baik, aku dan dia
pasti akan mengerti dengan keadaan ini. Aku juga tidak mungkin terus
berharap padanya, sedangkan akhirnya aku juga tidak tau. Haruskah ku
korbankan waktu yang panjang demi sebuah jawaban yang tidak begitu
jelas?
Rasanya semua ini tak sanggup untuk ku pendam sendiri, banyak yang
menyukai ku tapi semuanya ku tolak, hanya karna demi menghargai
perasaannya. Tapi... apakah adil bagi ku, bila aku harus menutup diri
dari orang-orang yang mengajak ku untuk serius. Sedangkan yang ku jalani
sekarang juga tidak jelas arahnya.
Aku ingin membuat semua ini menjadi nyaman, aku juga tidak akan
berpasrah diri pada Takdir Tuhan, walau bagaimana pun rasa sayang ku
padanya, Agama ku tidak akan aku korbankan demi cinta ini.
Ku pikir malam Tahun Baru ini adalah moment yang tepat untuk kami saling
mengungkapkan perasaan. Tapi ternyata tidak lah seperti yang ku
harapkan. Dimalam itu kami hanya membahas tentang perasaan yang tidak
bisa saling memiliki. Aku sangat merasa kecewa atas pernyataannya, bahwa
hubungan kami memang tidak memiliki arah, bahkan dia pun tidak berani
memberikan suatu keputusan tentang kedekatan kami ini.
“Mas... tidakkah kau mengerti perasaan ku sekarang..? aku sangat
membutuhkan kejelasan dari hubungan ini, betapa perihnya aku, harus
berjalan diatas kerikil yang tajam. Aku ingin langkah ku terarah,
memiliki tujuan, sehingga aku dapat berpegang kuat pada tekad ku, saat
badai mengguncang keyakinan ku...”
Setelah event itu, aku merasa bahwa aku harus membuka mata ku dengan
lebar, agar bisa melihat pandangan dengan terang. Aku takut bila saat
tekad membulat, gelap datang menyapa, hingga membawa ku pada arah yang
sesat.
Aku memutuskan untuk memendam rasa cinta yang begitu dalam ini di danau
hati yang letaknya tersembunyi dari arah mata manapun. Ku biarkan air
mata ini mengalir membuat dalam genangannya, kan ku jaga sampai pada
waktu yang tak terbatas, karna tidak ada yang bisa menggantikan
keistimewaannya dihati ku.
Aku tau bagaimana perasaannya, begitu sulit dia harus menjalani semua
ini hanya dengan 2 mata dan 1 hati. Ku yakin dia butuh sandaran yang
lain untuk menenangkan jiwanya yang dilanda probelam kehidupan. Walau
sulit bagi ku juga berada disamping mu, tapi ku putuskan akan selalu
menjadi pendengar baik mu disaat kau butuh seseorang untuk mendengar
keluhan mu.
“mas.. maafkan aku, aku tidak bisa menjadi seperti yang kau inginkan.
Mungkin kita bukan lah sepasang jodoh, Tuhan sudah punya rencana lain
dari pertemuan kita ini, ku harap kau pun mengerti mas, dalam hubungan
ini kita sama2 diposisi sulit. Semoga mas masih bisa menemukan seorang
wanita yang sesuai dengan keinginan mas. Cinta ku berhenti disini mas,
Cukup sampai disini, ku telah memahami waktu dan takdir, bahwa waktu dan
takdir tak mengijikan kita menjalin sebuah perasaan yang semakin jauh. U
are special someone for me... everyday..”
THE END